Thursday, 12 February 2015

“Belajar”, sampai kapan?


Sore ini aku duduk di taman rumah, memandangi langit-langit yang mulai menggelap. Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an terdengar syahdu di telinga. Udara dingin merasuk ke tubuhku, maklum sekarang masih musim hujan dan baru saja hujan mengguyur kelurahan Beringin Raya, Bandar Lampung. Jam di Laptopku menunjukkan pukul 18.21 WIB dan disana tertera tanggal 12/02/2015.


Di kiri dan kananku masih saja terhampar beberapa buku-buku cetak dan buku tulis milikku. Ya, walaupun baru saja diwisuda profesi dokter dan telah diangkat sumpah dokter, aku masih terhubung dengan buku-buku. Terpaksa? Ya, terpaksa. Karena apa? Tuntutan. Mau gak mau ya harus terus baca dan belajar. Mengikuti update ilmu pengetahuan? Terus terang tidak.  Baca saja.


Langsung masuk pada inti dari judul tulisan ini, “Belajar, sampai kapan?”

Saya mencoba menjawab secara realistis, bukan secara puitis bahwa belajar itu dilakukan sepanjang hayat. Saya menjawab bukan karena hal  yang diajarkan guru-guru saya bahwa seorang dokter adalah manusia pembelajar seumur hidup. Saya menjawab pertanyaan ini berdasar ego pribadi saya, atas keputusan pribadi saya  bahwa saya akan belajar hingga apa yang saya cita-citakan tercapai. Saat ini cita-cita belum tercapai? Ya! Makanya saya masih terus belajar..



No comments:

Post a Comment