Saturday, 28 February 2015

Kenaikan harga bbm

Per 1 maret 2015 pukul 00.00 wib, harga BBM sudah naik menjadi Rp. 6.800,00 / liter. Manstab .

Friday, 27 February 2015

Apakah diabetes melitus( penyakit kencing manis) bisa disembuhkan?

Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang sering diajukan oleh pasien dan bahkan keluarga saya sendiri. "Bisa disembuhkan nggak kencing manisnya?" atau "Ada nggak obat herbal yang bisa menyembuhkan kencing manis?".

Ya. saya akan mencoba menjawab berdasarkan keilmuan dan pengalaman saya sebagai seorang dokter. Jadi jawaban saya ini sebenarnya tidak hanya berdasar teorema jurnal namun sudah di cross check dengan keadaan pasien.

Jawabannya adalah TIDAK.

Berita gembiranya?
Ya, walaupun diabetes melitus tidak dapat disembuhkan tapi anda tetap dapat menikmati hidup dan sama bahagianya seperti orang tidak diabetes. Anda tetap bisa jalan-jalan, bisa keliling dunia, bisa berkumpul dengan keluarga, bisa bekerja secara normal, bisa nulis blog. hehehe...

Bagaimana caranya orang yang mengalami diabetes agar tetap bisa hidup normal?
Dengan melaksanakan pola hidup sehat, misal olahraga teratur, minum obat, makan sesuai porsi dan makanan sehat, serta ikut mengedukasi diri. 

Sampai kapan minum obat diabetes?
Seumur hidup. Iya, saya serius, Orang-orang yang minum obat diabetes seumur hidup itu sama kualitas hidupnya dengan orang-orang yang sehat. Sudah teruji kok. Anda jangan takut dengan stigma masyarakat yang menyudutkan orang diabetes. Mereka semua yang rutin minum obat hidupnya tetap aman, nyaman, dan berkualitas. 

Apa nggak bahaya minum obat setiap hari?
Masih lebih bahaya tidak minum obat atau terlambat minum obat! Mau bukti? Datang saja ke bagian penyakit dalam Rumah sakit. 

Mahal dong kalau minum obat setiap hari? 
Nggak kok. kan ada BPJS. Justru obat-obat alternatif yang biayanya lebih mahal. 

Nggak mungkinlah obat alternatif lebih mahal dari obat generik?
Coba datang ke puskesmas dan tanyakan berapa biaya obat yang anda konsumsi untuk diabetes dan bandingkan dengan harga obat yang katanya "alternatif". Lagian obat generik itu sudah terbukti khasiatnya kok, mau di kolong langit tempat saya tinggal, kolong langit pulau manapun atau negara manapun manfaat, keamanan dan  mekanisme kerjanya sudah terbukti. Berbeda dengan alternatif.

Semoga tulisan ini bermanfaat. 








Thursday, 26 February 2015

Apakah selama operasi terasa sakit ? TRUE STORY...

Kalau sekadar melihat prosedur operasi, mungkin sudah ratusan kali. Tapi kalau jadi pasien yang dioperasi Alhamdulillah belum pernah. 

Banyak orang yang rasanya ngilu ketika melihat kulit disayat. Sayapun waktu pertama kali ikut dalam sebuah prosedur operasi "nggak kuat". Hanya berperan melihat sih, karena memang bukan kompetensi dokter umum melakukan operasi (besar). Harus sekolah lagi 4 tahun dan ambil program spesialis.

Operasi yang pertama kali saya ikuti adalah operasi Sectio Caesaria terhadap seorang pasien hamil yang telah mengalami kejang-kejang.


Oke, apakah selama operasi pasien merasa sakit?

Tidak. Sama sekali tidak. Hal itu berlaku jika dosis obat anestesi tepat.
Bagaimana jika dosis obat kurang? Melalui monitor akan terlihat bahwa detak jantung dan denyut nadi pasien akan meningkat yang menunjukkan bahwa pasien merasakan sesuatu.

Jadi kapan terasa nyeri?

Periode setelah operasi. Baru terasa sakitnya. Apakah sakit sekali? Rasa nyeri itu sifatnya sangat relatif sekali. Ada yang disenggol semut sudah berteriak kesakitan. Ada pula yang dicubit keras tapi masih bisa menahan. Tetapi rasa sakit pasien yang telah menjalani operasi, dikurangi dengan pemberian obat penghilang rasa nyeri.


  Salah satu prosedur operasi Sectio Caesaria yang dikenal dengan istilah operasi sesar dengan cara
melakukan sayatan terhadap kulit secara mendatar (horizontal) di daerah perut hingga menebus peranakan. 

Apakah seorang ibu itu benar-benar tangguh? TRUE STORY..



Saya sering mendengar ucapan-ucapan dari ustadz-ustadz, ustadzah, guru saya waktu SD, orang-orang, dan perkataan ibu saya sendiri yang  cukup narsis dan sok PD menyatakan bahwa seorang ibu itu tangguh. Hmm...Memang sih pernyataan seperti itu tidak pantas untuk disangkal. Banyak cerita dan banyak kisah yang sudah terpampang jelas tentang ketangguhan seorang ibu. TAPI? Apa semua ibu itu tangguh? Jawabnya: TIDAK! Karena kalau “semua “ maka secara makna berarti tidak ada satu ibu pun yang tidak tangguh. Pada faktanya didunia ini tidak 100% dihuni orang baik.

Oke saya hanya menceritakan satu segmen saja dari beberapa pengalaman saya. Yes, this is true story.

Pada waktu itu, saya sedang berjaga di stase interna/penyakit dalam. Stase besar yang cukup sibuk dengan pasien yang banyak. Maklum, banyak penyakit-penyakit “mak jelas” (red:gak jelas) di larikan ke bagian ini. Sebagai seorang dokter muda, saya biasa memeriksa pasien dan hingga pada satu titik saya bertemu pasien yang bisa saya ceritakan.

Seorang laki-laki terkapar lemas di tempat tidur pasien, matanya cekung, berwarna kuning, bibir pecah-pecah,  lemak kulit sangat tipis alias badan sangat kurus namun perutnya membuncit. Saya periksa perutnya dan ternyata berisi timbunan air. Hati membesar. Saya curiga pasien menderita Sirosis Hepatis. Pasien menyatakan bahwa pasien sangat sering meminum-minuman keras. Pasien juga menyatakan ayahnya juga meninggal dengan keluhan yang sama dengan pasien. Adik pasien juga sudah meninggal karena penyakit hati. Saya menanyakan keberadaan istri pasien. Pasien belum menikah. Saya periksa data laboraturium rekam medis, semuanya mengarah ke sirosis hepatis.

Sambil membaca data rekam medis, tiba-tiba seorang ibu tua menghampiri saya. Raut wajahnya menunjukkan kesedihan, pandangannya sayu, garis-garis keriput sudah banyak menghiasi wajahnya, tidak terhitung. Ibu tersebut menanyakan kondisi anaknya dan apakah penyakit anaknya dapat disembuhkan. Setelah saya pastikan identitasnya, ibu tua ini adalah ibu dari seorang laki-laki yang baru saja saya deskripsikan diatas. Sebagai seorang dokter muda yang masih seumur bibit jagung, tentu saya masih banyak menahan informasi yang sifatnya hanya teoritis tetapi bukan memberi informasi yang tidak sesuai.

Esok harinya, ibu itu masih mengulang pertanyaan yang sama. Saya menjawab seperti biasa, tidak ada yang istimewa menurut saya. Esok harinya lagi, ibu tersebut menanyakan hal yang sama. Saya juga menjawab hal secara sama dan melakukan pengobatan terhadap pasien sesuai prosedur RS. Begitu terus menerus berulang-ulang. Hingga seminggu kemudian ketika saya akan memeriksa pasien, saya melihat ibu tersebut sedang terkapar lemas di bed pasien sebelahnya. Ibu tersebut minta maaf karena tidur diatas bed pasien sebelah karena merasa sakit.  Saya sih mempersilakan saja tidur di atas bed karena memang tidak ada pasien.

“Bu, kok sendirian saja menjaga anaknya? Kalau sendirian saja ya nanti ibu capek dan jatuh sakit loh...Dan kayaknya ibu ini nggak pulang-pulang ya? Hehehe..” , tanyaku sambil sedikit bercanda.
Pertanyaan singkat ini dijawab dengan menyatakan bahwa ia memang menjaga anaknya sendirian karena ia sudah tak memiliki keluarga lagi. Suaminya sudah meninggal dan seorang anaknya juga sudah meninggal. Dia hanya hidup berdua saja dengan anaknya yang sedang dirawat ini. Ia juga menyatakan badannya agak meriang, kemungkinan karena lelah ucapnya. 

Setelah memeriksa pasien, saya memutuskan untuk memeriksa ibu yang sedang sakit ini. Sambil diperiksa, saya berbincang dengan si ibu. Ibu ini  menyatakan bahwa ia  memang tidak pulang-pulang sejak seminggu ini karena tidak ada ongkos juga, ia mungkin akan pulang minggu depan saja (rencananya berjalan kaki ke daerah Sukarame).  Ibu juga menyatakan bahwa sebenarnya ia memang tidak ada keinginan pulang karena di rumah sudah tidak ada apa-apa. Ia lebih nyaman berada di RS menunggu anaknya.

Saya jadi maklum kenapa ibu ini sering bertanya tentang kondisi anaknya. Dan mungkin sedikit lebih memahami. Secara nyata, ibu ini juga menyatakan bahwa ia merasa takut “ditinggal” (lagi) . Ia menyatakan bahwa ia sudah merasa sangat pedih saat ditinggal suaminya dan anaknya yang bungsu. Ia tidak mau “ditinggal” untuk ketiga kalinya. Ia takut menjadi sebatang kara.

Ada beberapa pertanyaan yang meluncur dari pikian saya. Poin-poin utamanya adalah;
Kalau tidak bekerja, darimana makan?
Dari sisa porsi anaknya.
Cukupkah? TIDAK.
Jadi?  MENAHAN LAPAR.
Tidak bekerja saja dulu? TIDAK. TAKUT “DITINGGAL” ANAK.
Anaknya nakal atau tidak? NAKAL
Kenapa tidak ditinggal saja? SAYANG.

Saya juga menanyakan dan berbincang tentang berbagai hal lain yang tidak mungkin dituliskan dalam blog ini karena sangking panjangnya. Percakapan hari itu saya tutup karena masih banyak pasien lain yang harus saya periksa.

Malam harinya saya menemui ibu itu kembali karena ada semacam panggilan hati. Saya lalu membina sambung rasa, berbicang-bincang,  dan pertemuan malam itu  disertai memberi sedikit rezeki yang lebih. Doa saya, “semoga ibu selalu dikuatkan” karena saya tahu, “ibu kuat”

Apakah ibu ini tangguh?

Kembali ke subjektivitas saya. Mungkin iya. Sisanya terserah anda


Wednesday, 25 February 2015

Menganalisa iklan internet dengan janji "MAU GAJI 30 JUTA ? KERJA 1 JAM MODAL CUMA 65 RIBU"

Baik, pada kesempatan yang baik ini saya ingin berbagi dengan para netter/pembaca. Saya menekankan bahwa tulisan ini adalah pengalaman pribada versi saya dan mungkin sangat subjektif sekali. Maksudnya bisa sama dan bisa juga berbeda dengan yang dialami oleh yang lain.

Pertama, dunia internet ini adalah dunia maya yang sangat luas sekali cakupannya. Berselancar di dunia maya haruslah pintar-pintar. Harus dapat membedakan mana yang dapat dipercaya dan tidak dapat dipercaya.

Sepanjang pengalaman saya yang hanya seiprit (sangat sedikit) berselancar di dunia maya. Sudah jutaan kali saya membaca tulisan "MAU GAJI 30 JUTA ? KERJA 1 JAM MODAL CUMA 65 RIBU"atau janji-janji lainnya. Apakah ini benar?

Untuk menjawab pertanyaan ini, teman-teman boleh mendalami iklan tersebut, dengan tujuan hanya untuk dianalisis not more. Untuk mengujinya, saya waktu itu pernah mengklik sebuah iklan hingga titik dimana titik paling mentok. Saya baca profil iklannya, baca janji-janjinya. Bahkan hingga kontak iklan tersebut saya jadikan friend di bbm saya. Tujuannya? Analisis. Not more. Terus terang, saya lebih cenderung menyukai dunia nyata dibandingkan dunia maya.


Apa kesimpulan saya tentang iklan semacam itu?

Saya menyimpulkan di garis tengah saja lah..Saya nggak mau menJudge bahwa ini benar atau ini salah. Karena saya belum pernah membuktikan bahwa ini betul-betul benar atau betul-betul salah.

Untuk etos kerja, saya mempercayai bahwa sesuatu yang sangat diinginkan oleh banyak orang itu nggak akan didapat semudah membalikkan kedua telapak tangan, perlu pengorbanan, tangis, dan waktu yang dikorbankan lama. Ini prinsip yang saya pegang dan mungkin sangat subjektif sekali.



Saturday, 21 February 2015

Patah Tulang bisa bersambung lagikah tulangnya?

Pada suatu malam yang dingin, saat saya sedang berjaga di Unit Gawat Darurat RSU Abdul Muluk tiba-tiba datang segerombolan orang. Orang-orang tersebut meminta tolong. Ternyata saat saya lihat, tampaklah seorang pemuda korban tabrak lari. Saya menghampiri dan pada bagian kaki kiri di bawah lutut tampak ceceran darah. Saya inspeksi lebih jauh dan tampak bahwa pasien ini mengalami patah tulang terbuka yang terjadi pada 1/3 atas bagian tulang kering.

Singkat cerita, pasien dilakukan tatalaksana awal dan beberapa waktu kemudian dilakukan operasi orthopedi. Pasien sempat bertanya pada saya. "Dok, khan kaki saya patah. Apa bisa menyambung kembali?". 

Oke, pada waktu itu saya menjawab secara singkat bahwa tulang memiliki kemampuan memperbaiki diri sendiri. Dan tulang yang patah dapat bersambung kembali. Proses ini merupakan proses yang alami namun membutuhkan waktu dan kesabaran. Status gizi, usia, dan tipe luka juga mempengaruhi proses penyembuhan ini. Oleh karena itu walaupun pasien ke sangkal putung maka tulang akan menyambung kembali. Bukan sangkal putung yang menyambungkan tulang, tapi hal itu memang terjadi secara alami yakni tubuh kita yang memperbaiki kerusakan diri sendiri. Jika diobati sangkal putung biasanya tulang akan cacat/tampak bengkok-bengkok belum lagi ditambah resiko infeksi. Namun jika diobati ahli ortopedi maka hasil lebih rapih dan telah terstandar. 

Apakah operasi pada ahli ortopedi lebih mahal? Jawab. Tidak. Sekarang kan ada program BPJS.






Friday, 20 February 2015

Peribahasa

"Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian.
Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian."

Thursday, 19 February 2015

Cara sederhana menjaga daya tahan tubuh

Pada kesempatan yang baik ini saya akan membagikan sedikit tips dan trik tentang bagaimana menjaga daya tahan tubuh berdasar pengalaman pribadi saya. 

Sebelumnya, saya sering mendengar dan melihat di televisi bahwa banyak artis-artis dan boy band yang jadwal manggungnya sangat padat sehingga mereka terpaksa melakukan usaha menjaga daya tahan tubuh mereka dengan melakukan suatu cara yakni suntik vitamin C alih-alih menambah jam istirahat. Pada satu sisi memang vitamin C dapat mempertahankan daya tahan tubuh agar tetap prima namun jika tubuh tidak dapat mengkompensasi lagi tingkat kelelahan maka istirahat tetaplah hal terbaik disamping tetap menerapkan gaya hidup sehat.

Pernah suatu ketika saya berada dalam kondisi tidak fit. Badan mulai terasa panas dan kepala mulai terasa sedikit pusing. Saya mengalami Common Cold, fikir saya waktu itu. Saya berinisiatif meminum vitamin C. Dan keesokan harinya Alhamdulillah kondisi saya membugar kembali.

Juga pernah saya menjalani pendidikan kedokteran di Bagian Kebidanan dan Kandungan yang terkenal cukup menguras energi dan mengurangi waktu istirahat. Pada satu titik daya tahan tubuh saya akhirnya down juga. Saya memutuskan meminum vitamin C dan Alhamdulillah kondisi membaik.

Demikian sedikit cerita yang dapat saya bagikan, semoga bermanfaat bagi pembaca. Inti dari pesan ini adalah bahwa Vitamin C dapat mempertahankan daya tahan tubuh agar tetap prima disamping menjalankan gaya hidup sehat adalah hal paling utama dan pertama.




Tuesday, 17 February 2015

Motivasi Hari Ini

Jika engkau berbuat kebaikan kepada orang lain sama saja dengan engkau berbuat kebaikan bagi dirimu sendiri.

Friday, 13 February 2015

Darah Tinggi Selama Kehamilan, Berbahayakah?




Baik, pada kesempatan yang baik ini saya akan berbagi ilmu dan pengalaman tentang beberapa pengalaman saya bertemu pasien yang mengalami darah tinggi yang dialami pada saat kehamilan. Berbahayakah? 

Darah tinggi selama kehamilan merupakan keadaan yang sering dialami oleh ibu-ibu hamil dan merupakan suatu penyulit kehamilan. Keadaan ini cukup sering dialami oleh banyak wanita hamil. Uniknya, banyak pasien yang tekanan darahnya kembali normal 3-4 bulan pasca persalinan. Sebenarnya Darah Tinggi (Hipertensi) dalam kehamilan ini ada berbagai jenis. Di dunia medis ada yang dikenal dengan istilah "Hipertensi Kronik", "Hipertensi Kronik Super Imposed Preklamsia", "Preklamsia", "Eklamsia", "Hipertensi Gestasional". Semuanya berbeda dan memiliki kriteria diagnosisnya masing-masing.

Kembali ke judul, "Berbahayakah"?

Ya. Jika tekanan darah tersebut terlalu tinggi maka dapat muncul beberapa komplikasi bagi penderitanya dan bahkan kandungannya. Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat tekanan darah yang cukup tinggi misalnya bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak, bisa menyebabkan terjadinya kejang-kejang, bisa merusak penglihatan (mata) dan organ-organ vital lain, dan menyebabkan gangguan terhadap janin.


Bagaimana mengenali tanda bahaya?

Memang ada gejala klinis tertentu yang muncul jika tekanan darah sudah terlalu tinggi, sudah muncul tanda bahaya. Misal; kepala menjadi terasa pusing, pandangan menjadi kabur, nyeri ulu hati, bahkan muntah. Gejala ini lebih umum muncul ketika tekanan darah sudah terlalu tinggi.


Jadi apa yang harus dilakukan?

Rutin melakukan pemeriksaan kehamilan di pelayanan kesehatan terdekat merupakan cara yang paling efektif untuk mengenali darah tinggi yang terjadi selama kehamilan ini agar terhindar dari komplikasi. Kita sebagai pasien harus aktif mencari pertolongan dan informasi, jangan hanya pasif dan membiarkan diri kita tidak tahu tentang apa yang terjadi pada tubuh kita. Lebih cepat tahu, lebih baik. Jangan tunggu sesuatu yang lebih buruk terjadi.



Semoga bermanfaat.

Thursday, 12 February 2015

“Belajar”, sampai kapan?


Sore ini aku duduk di taman rumah, memandangi langit-langit yang mulai menggelap. Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an terdengar syahdu di telinga. Udara dingin merasuk ke tubuhku, maklum sekarang masih musim hujan dan baru saja hujan mengguyur kelurahan Beringin Raya, Bandar Lampung. Jam di Laptopku menunjukkan pukul 18.21 WIB dan disana tertera tanggal 12/02/2015.


Di kiri dan kananku masih saja terhampar beberapa buku-buku cetak dan buku tulis milikku. Ya, walaupun baru saja diwisuda profesi dokter dan telah diangkat sumpah dokter, aku masih terhubung dengan buku-buku. Terpaksa? Ya, terpaksa. Karena apa? Tuntutan. Mau gak mau ya harus terus baca dan belajar. Mengikuti update ilmu pengetahuan? Terus terang tidak.  Baca saja.


Langsung masuk pada inti dari judul tulisan ini, “Belajar, sampai kapan?”

Saya mencoba menjawab secara realistis, bukan secara puitis bahwa belajar itu dilakukan sepanjang hayat. Saya menjawab bukan karena hal  yang diajarkan guru-guru saya bahwa seorang dokter adalah manusia pembelajar seumur hidup. Saya menjawab pertanyaan ini berdasar ego pribadi saya, atas keputusan pribadi saya  bahwa saya akan belajar hingga apa yang saya cita-citakan tercapai. Saat ini cita-cita belum tercapai? Ya! Makanya saya masih terus belajar..



Wednesday, 11 February 2015

Perjalanan Singkat Tentang Bagaimana Menjadi Seorang Dokter ( True Story) SERI 2

Melanjutkan seri 1...


Dalam perjalanannya menjalani kehidupan sebagai mahasiswa kedokteran memang dibilang gampang-gampang susah. Dibilang gampang itu "bohong" dan dibilang susah pun tidak demikian. Buktinya banyak kok yang menjadi dokter.

Masa-masa pendidikan sebagai mahasiswa kedokteran bisa dibilang flat kalau bagi saya. Lebih banyak kuliah-pulang, kuliah-pulang dan ya terkadang ikut kegiatan berbagai organisasi. Yang namanya buku itu ya memang sih "dilihat" setiap hari. Nggak setiap hari juga, namun dalam seminggu lebih sering dilihatlah daripada tidak dilihat sama-sekali. Oke dan akhinya saya pun bisa menyelesaikan tugas saya sebagai mahasiswa kedokteran dan mendapatkan gelar. "S.Ked", suatu gelar yang cukup aneh karena saya sangat jarang melihat orang dengan gelar ini, Gelar SH, SE, ST, S.Pd lebih umum ditemui.

Pada hakikatnya, saya pun menyadari bahwa gelar yang melekat dibelakang saya ini walaupun asing namun tidak cukup mudah didapatkan. Didalam gelar itu terdapat tangis, canda, airmata, keringat, dan dana yang nilainya tidak sedikit. 

Dan selesai masa studi di kampus mulailah masa studi di Rumah Sakit. Masa di rumah sakit lebih berwarna meskipun yang namanya prinsip "kerja keras" dan "tekun" tetap tidak boleh diubah. Bertemu pasien, dimarahi pasien, diamuk pasien adalah hal standar. Jaga malam dan esok tetap harus menjalani pendidikan adalah sesuatu hal yang lumrah. Masa-masa ini saya jalaini sekitar 18 bulan. Dan selesai pendidikan di rumah sakit pada akhirnya saya belum bisa mendapatkan gelar dokter karena untuk mendapatkan gelar dokter harus lulus ujian kompetensi dulu (sebenarnya saat di rumah sakit sudah dipanggil "dokter muda", walaupun lebih sering dipanggil "mas koas"). Oke, singkat cerita saya akhirnya lulus dan mendapatkan gelar Dokter (dr.).

Inti dari perjalanan singkat tentang bagaimana menjadi seorang dokter adalah bahwa untuk menjadi seorang dokter dibutuhkan kerja keras dan ketekunan. Dukungan dari orang tua juga merupakan hal penting. Dan, saya ingat pesan senior saya tentang apakah kita akan bisa mendapatkan cita-cita kita? Bagaimana? Senior saya memberikan suatu mantra kehidupan yang memang sudah tak asing lagi bagi kita, "Man Jadda WaJada; Barang siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan"




Motivasi Hari Ini

"Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang, melainkan orang tersebut berusaha merubahnya sendiri"

Tuesday, 10 February 2015

Monday, 9 February 2015

Perjalanan Singkat Tentang Bagaimana Menjadi Seorang Dokter ( True Story) SERI 1

Pada kesempatan yang baik ini saya ingin berbagi tentang bagaimana perjalanan tentang mendapatkan gelar dokter. Ya, saya menceritakan perjalanan ini karena saya telah resmi mendapatkan gelar Dokter (dr.). Jadi tulisan disini bukan tulisan mengada-ngada tanpa bukti yang jelas.

Dulu, waktu kecil, orang tua saya berpesan, “Jika kamu ditanyakan tentang cita-citamu, jawablah bahwa kamu ingin menjadi seorang dokter!”, pesan kedua orang tuaku. Aku hanya mengangguk dan berkata, “Baik mama dan papa!”. Selama sekolah di SD entah berapa ratus kali aku menjawab bahwa cita-citaku adalah seorang dokter tanpa ada bayangan apa sih hebatnya dokter? Kenapa harus dokter?

Kebetulan aku memang sudah di didik oleh ayahku sebagai sosok yang dituntut bekerja keras dan pantang menyerah. Ayahku kuakui sebagai seorang pekerja keras dan bertanggung jawab. Mungkin orang menganggapku ini penilaian subjektif  tapi aku tak peduli. Ayah seorang pekerja keras dan sangat bertanggung jawab kepada keluarganya, ini objektif! Aku tak bisa merinci betapa banyaknya pengorbanan ia untuk anak-anaknya, berapa banyaknya tumpahan keringat yang mencucur dari tubuhnya. Aku yang melihat dari mata kepalaku sendiri! Akhirnya aku tertular semangat sebagai seorang pekerja keras walau hanya 1% dari semangat ayah.....hehehe

Ayah terus memotivasiku. Walau waktu ayah tak banyak tetapi arahannya mengena. Langsung “JLEB!” secara istilah. Lulus SD aku bertekad masuk ke SMP terbaik di provinsiku, SMP N 2 Bandar Lampung. Alhamdulillah tercapai. Lulus SMP akupun bertekad masuk ke SMA terbaik di provinsiku; SMA N 2 Bandar Lampung. Dan karena nilai masuk SMA-ku termasuk fantastis sehingga memenuhi syarat memasuki Seleksi Siswa Program Akselerasi, ayah kembali mendorongku (walaupun sebenarnya saya males banget karena takut kehilangan masa-masa muda..hehehe) dan Alhamdulillah saya diterima di Program Akselerasi.

Selesai masa SMA, aku sebenarnya tetap tidak memahami apa sih “hebatnya” seorang dokter. Kenapa harus dokter? Kenapa? Let it flow...fikirku...Saya menerima pengarahan dari ayah dan ibu dan Alhamdulillah saya tidak merasa ada keterpaksaan dan merasa “mampu”. Orang tua pun Alhamdulillah mampu secara finansial. Untuk menjadi seorang dokter tidak bisa dipungkiri harus memiliki kemapanan kemampuan berimbang anak dan orang tua. Dua faktor yang saling berkait seperti rantai..


Oke berarti target saya selanjutnya adalah FAKULTAS KEDOKTERAN dan ayah mengarahkan di FK terbaik di Provinsi ini.  Lamaran melalui Jalur prestasi tidak lulus dan pada akhirnya aku berjuang melalui jalur SPMB (waktu itu..). Seperti biasa perjuangan itu gak selalu mudah. Waktu itu untuk lolos SPMB aku belajar dari jam 7 pagi hingga jam 3 subuh. Begitu terus-menerus berulang disertai doa. Fikirku masa itu,”masa’ sih Tuhan sedemikian gak luluh akan ikhtiarku? ”Ya! Jika prosesnya baik maka hasilnya baik! Aku Lolos!! Diterima di FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG. Alhamdulillah.... berlanjut ke seri 2..



Thursday, 5 February 2015

Pengalaman bertemu pasien SKABIES.


Seorang anak usia 11 tahun datang ke Poli Kulit RSAM dengan keluhan gatal-gatal. Pasien mengeluh gatal-gatal yang meningkat terutama malam hari. Keluhan ini sudah berlangsung sejak 7 hari belakangan ini. Keluarga bocah juga mengatakan bahwa kakak pasien juga mengalami keluhan yang sama namun masih “bisa bertahan” di rumah. Pada akhirnya bocah tersebut duluanlah yang “kalah” pertahanannya untuk tidak berobat ke dokter. Akhirnya ia berangkat ditemani sang ibu untuk berobat. 

Percakapan itu secara singkat berlangsung seperti ini:
“Selamat pagi Ibu dan Adik! Perkenalkan saya dokter Chandra, saya dokter yang sedang bertugas di Poli Kulit RSAM”, sapaku
“Ada yang bisa saya bantu?”
“Begini dok, anak saya ini mengeluh gatal-gatal”, ucap sang ibu
“Sudah berapa lama?”, tanyaku
“Sudah seminggu ini loh dok, kakaknya juga mengeluh gatal-gatal juga”, timpal sang ibu lagi
“Oh sudah seminggu, kapan gatalnya meningkat bu? Maksud saya adakah kondisi yang menyebabkan gatalnya meningkat atau berkurang?”, tanyaku lagi
“Ini dok, biasanya malam hari agak gatal”, jawab ibu.
“Bu maaf, kakaknya dia ini bersekolah dimana?”, tanyaku
“Di pesantren dok, teman-teman satu pesantrennya juga mengalami gatal-gatal”, jawab ibu

Kemudian berlanjutlah berbagai percakapan singkat yang tidak mungkin dituliskan semua karena panjangnya..hehehe..Dalam pikiran ini sudah mulai tergambar arah diagnosis. Perhatian mulai difokuskan kepada pasien.
 “Adik, coba kakak lihat ya tempat yang terasa gatal-gatal?”
Anak tersebut “menyerahkan” kedua tangannya.
Anak tersebut berujar, “Pak Dokter..Ini tangan saya kalau malam gatal banget, udah digaruk-garukin masih aja gatal-gatal. Nggak tahan Pak Dokter. Tapi Jangan disuntik ya! Nanti saya kabur kalau disuntik!”, pesannya dengan polos.

Memang tampak bentol-bentol kemerahan di sekujur tangannya disertai lecet-lecet karena garukan. Dari arah pembicaraan sudah menuju ke suatu arah diagnostik.

Menegakkan diagnosis
Cara menegakkan diagnosis skabies adalah dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal (utama)
1. Pruritus Nokturnal; Gatal meningkat pada malam hari
2. Menyerang berkelompok
3. Ditemukan tungau
4. Ditemukan terowongan di lokasi tubuh, bisa lurus atau kelok-kelok
Pada pasien ini saya mendapatkan data tentang adanya pruritus nokturnal dan menyerang berkelompok. Akhirnya bocah ini saya diagnosis sebagai penderita skabies. Sederhana sekali.

Sesi Edukasi
Mengedukasi pasien merupakan pilar penting dalam menatalaksana.
“Ibu, jadi anak ibu mengalami apa yang disebut skabies. Skabies ini adalah penyakit kulit yang menular. Penyakit in disebabkan tungau. Tungaunya bernama “Sarcoptes Scabei”.
“Nah, agar sembuh pengobatannya harus menyeluruh. Nanti kakak nya yang gatal-gatal juga diobati ya bu! Skabies ini bisa menular lewat pakaian, handuk, bantal, seprai atau kalau kulit bersentuhan, jadi dipisahkan ya bu adik sama kakaknya, jangan nempel-nempelan terus. Hehehe....”
Kemudian saya menjelaskan beberapa hal lain yang dianggap penting dan meresepkan obat.


Sang ibu mengangguk tanda mengerti. Ia mengerti dan berterimakasih, berjanji akan mematuhi nasehat.  Semoga lekas nggak gatal-gatal lagi ya dik! Karena gatal itu sungguh menyiksa loh! Hehehe.....